Surat Cinta Untuk Suamiku
Aku memohon maaf atas diriku yang selalu marah kepadamu saat awal-awal kita bersama.
Ku pernah dapati suatu penggalan kalimat,
"..... berhenti berimajinasi bahwa pasanganmu akan sesempurna aktor K-drama"
Emangnya kenapa?
setiap orang punya mimpi donk tentang pasangan idaman mereka. Thats my opinion.
Sehari sebelum pernikahan, sahabatku bilang 'Welcome to the real life"
what's going on tentang "The Real Life"
Dan seiring waktu berjalan.
Aku menemukan jawabannya.
.
.
.
.
To be honest, aku punya imajinasi yang tinggi tentang seorang pasangan hidup. Sering menonton drama (dulu) juga melihat beberapa instastory tentang perlakuan suami ke istrinya, juga mendengar ceramah tentang bagaimana perlakuan suami ke istri membuatku membayangkan pernikahan yang indah.
Untuk mewujudkan pernikahan yang indah sesuai imajinasi itu, maka akupun harus menjadi seorang istri yang semoga bisa menjadi penyenang hati suamiku (nanti - siapapun dia). Kupelajari banyak hal, juga kuingat-ingat cara mamaku melayani Bapak (dulu) sebelum berangkat kerja, selama di rumah, saat bersama keluarga, dan sisa-sisa kenangan yang ada.
Membayangkannya saja aku sudah bahagia, bagaimana saat menjalaninya? Semakin bahagia donk? Begitu fikirku
Tetapi aku lupa hal penting.
Aku lupa bahwa pasanganku bukan duplikatku.
Dia tidak akan bisa sama seperti aku dalam keseharianku,
seperti aku dalam fikiranku
seperti aku memerintah diriku
Ingat.
dia bukan aku
Aku marah saat dia menghabiskan malam untuk bermain game. Menonton youtube, menonton anime dan hal-hal yang tidak pernah aku prediksi.
Aku marah saat dia susah sekali untuk dibangunkan ibadah fajar
Aku juga kesal kenapa dia tidak melakukan ibadah sunah seperti dalam bayanganku
Aku juga kesal kenapa kita tidak banyak bercerita saat mengisi malam selepas pulang bekerja.
Aku semakin kesal saat aku repot memasak dan bersih-bersih kamar, dia justru santai bermain hape dan baca komik di leptop
Hari-hariku penuh kekesalan
Sampai akhirnya ku temukan jawabannya.
Dia bukan duplikatku.
Sampai suatu hari, aku terbiasa menyaksikan ia tetap bekerja meskipun di kos. Sampai aku tertidur, dia juga masih bekerja. Pukul dua belas malam masih didepan leptop padahal besok pagi jam tujuh harus berangkat kerja dan pulang lagi saat gelap.
Aku diam-diam menangis saat shalat magrib.
Dia bukan duplikatku, maka aku tidak berhak memaksakan apapun agar imajinasiku terwujud.
Sebaiknya aku tidak memaksanya untuk selalu shalat jamaah setiap waktu,
Sebaiknya aku tidak memaksanya untuk membantuku hanya sekedar membersihkan dua kamar ini,
Sebaiknya aku tidak memaksa dia untuk mengajarkan aku tajwid seperti instastory teman-temanku,
sebaiknya aku tidak marah saat dia bermain game
sebaiknya aku tidak marah saat ia membaca komik
sebaiknya aku tidak memberikan makan egoku untuk menuntutnya menjadi sempurna.
kenapa?
Karena
aku bisa melakukan semua hal itu sendiri.
aku bisa meminta tolong untuk hal-hal yang tidak bisa kulakukan.
aku hanya tinggal bilang aku ingin apa, dimana, kapan, bagaimana.
aku juga sudah difasilitasi banyak hal demi kenyamananku beristirahat, menuntut ilmu di internet, dll
Dia hanya bermain game? bukankah itu hal wajar untuk laki-laki di dunia ini.
Dia butuh hiburan setelah seharian bekerja
Dia berhak istirahatkan badannya lebih lama karena pegal dimana-mana
Bukankah ini menjadi sangat wajar dan mudah?
Jadi aku memohon kepada Allah, semoga Allah rahmati hatimu untuk membimbing keluarga kecil kita. Ku hadiahkan bacaan Quranku untukmu yang pergi pagi pulang malam. Semoga kau selamat dan pekerjaanmu membawa berkah untuk semua orang.
Aku memohon maaf atas diriku yang selalu marah kepadamu saat awal-awal kita bersama.
Kupang, 6 November 2019
14.31 WITA
Ku pernah dapati suatu penggalan kalimat,
"..... berhenti berimajinasi bahwa pasanganmu akan sesempurna aktor K-drama"
Emangnya kenapa?
setiap orang punya mimpi donk tentang pasangan idaman mereka. Thats my opinion.
Sehari sebelum pernikahan, sahabatku bilang 'Welcome to the real life"
what's going on tentang "The Real Life"
Dan seiring waktu berjalan.
Aku menemukan jawabannya.
.
.
.
.
To be honest, aku punya imajinasi yang tinggi tentang seorang pasangan hidup. Sering menonton drama (dulu) juga melihat beberapa instastory tentang perlakuan suami ke istrinya, juga mendengar ceramah tentang bagaimana perlakuan suami ke istri membuatku membayangkan pernikahan yang indah.
Untuk mewujudkan pernikahan yang indah sesuai imajinasi itu, maka akupun harus menjadi seorang istri yang semoga bisa menjadi penyenang hati suamiku (nanti - siapapun dia). Kupelajari banyak hal, juga kuingat-ingat cara mamaku melayani Bapak (dulu) sebelum berangkat kerja, selama di rumah, saat bersama keluarga, dan sisa-sisa kenangan yang ada.
Membayangkannya saja aku sudah bahagia, bagaimana saat menjalaninya? Semakin bahagia donk? Begitu fikirku
Tetapi aku lupa hal penting.
Aku lupa bahwa pasanganku bukan duplikatku.
Dia tidak akan bisa sama seperti aku dalam keseharianku,
seperti aku dalam fikiranku
seperti aku memerintah diriku
Ingat.
dia bukan aku
Aku marah saat dia menghabiskan malam untuk bermain game. Menonton youtube, menonton anime dan hal-hal yang tidak pernah aku prediksi.
Aku marah saat dia susah sekali untuk dibangunkan ibadah fajar
Aku juga kesal kenapa dia tidak melakukan ibadah sunah seperti dalam bayanganku
Aku juga kesal kenapa kita tidak banyak bercerita saat mengisi malam selepas pulang bekerja.
Aku semakin kesal saat aku repot memasak dan bersih-bersih kamar, dia justru santai bermain hape dan baca komik di leptop
Hari-hariku penuh kekesalan
Sampai akhirnya ku temukan jawabannya.
Dia bukan duplikatku.
Sampai suatu hari, aku terbiasa menyaksikan ia tetap bekerja meskipun di kos. Sampai aku tertidur, dia juga masih bekerja. Pukul dua belas malam masih didepan leptop padahal besok pagi jam tujuh harus berangkat kerja dan pulang lagi saat gelap.
Aku diam-diam menangis saat shalat magrib.
Dia bukan duplikatku, maka aku tidak berhak memaksakan apapun agar imajinasiku terwujud.
Sebaiknya aku tidak memaksanya untuk selalu shalat jamaah setiap waktu,
Sebaiknya aku tidak memaksanya untuk membantuku hanya sekedar membersihkan dua kamar ini,
Sebaiknya aku tidak memaksa dia untuk mengajarkan aku tajwid seperti instastory teman-temanku,
sebaiknya aku tidak marah saat dia bermain game
sebaiknya aku tidak marah saat ia membaca komik
sebaiknya aku tidak memberikan makan egoku untuk menuntutnya menjadi sempurna.
kenapa?
Karena
aku bisa melakukan semua hal itu sendiri.
aku bisa meminta tolong untuk hal-hal yang tidak bisa kulakukan.
aku hanya tinggal bilang aku ingin apa, dimana, kapan, bagaimana.
aku juga sudah difasilitasi banyak hal demi kenyamananku beristirahat, menuntut ilmu di internet, dll
Dia hanya bermain game? bukankah itu hal wajar untuk laki-laki di dunia ini.
Dia butuh hiburan setelah seharian bekerja
Dia berhak istirahatkan badannya lebih lama karena pegal dimana-mana
Bukankah ini menjadi sangat wajar dan mudah?
Jadi aku memohon kepada Allah, semoga Allah rahmati hatimu untuk membimbing keluarga kecil kita. Ku hadiahkan bacaan Quranku untukmu yang pergi pagi pulang malam. Semoga kau selamat dan pekerjaanmu membawa berkah untuk semua orang.
Aku memohon maaf atas diriku yang selalu marah kepadamu saat awal-awal kita bersama.
Kupang, 6 November 2019
14.31 WITA
Comments
Post a Comment